Telaga Pasir atau yang lebih di kenal Telaga Sarangan yaitu satu diantara object wisata air di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Telaga seluas 30 hektar dengan kedalaman 30 mtr. ini tepatnya ada di kaki Gunung Lawu, Kelurahan Sarangan, Kecamatan Plaosan atau seputar 18 km. arah barat Kota Magetan. Menurut narasi, awalannya telaga ini berbentuk ladang punya seseorang petani bernama Kyai Pasir. Satu saat, berlangsung suatu momen yang menerpa Kyai Pasir serta istrinya yang menyebabkan ladang mereka beralih jadi telaga. Momen apakah itu? Dapatkan jawabannya dalam narasi Legenda Telaga Pasir di bawah ini!
Di satu tempat di kaki Gunung Lawu, Magetan, hiduplah sepasang suami istri bernama Kyai Pasir serta Nyai Pasir. Mereka tinggal di suatu gubuk di pinggir rimba. Walau cuma terbuat dari kayu serta beratapkan dedaunan, gubuk mungil itu telah cukup aman untuk Kyai Pasir serta istri tercintanya dari masalah binatang liar. Dinding gubuk itu terbagi dalam susunan kulit kayu yang diikatkan pada tiang kayu dengan memakai rotan. Diantara dinding-dinding kayu itu di beri sedikit celah juga sebagai ventilasi hingga hawa fresh bisa keluar serta masuk ke gubuk.
Pekerjaan sehari-hari Kyai Pasir yaitu petani ladang. Dari hasil ladang tersebut ia serta istrinya bisa bertahan hidup, meskipun cuma pas-pasan. Ladang punya Kyai Pasir terdapat di pinggir rimba, tak jauh dari rumahnya. Satu hari, lelaki tua yang telah mulai renta itu pergi ke ladang dengan membawa kapak. Ia punya maksud membabat rimba untuk bikin ladang baru di dekat ladang kepunyaannya. Saat akan menebang satu diantara pohon besar, mendadak Kyai Pasir lihat sebutir telur besar berwarna putih tergeletak dibawah pohon itu.
“Hai, telur binatang apakah itu? ” gumamnya dengan heran.
Kyai Pasir sangat penasaran pada telur besar itu. Ia juga mengambil telur itu seraya mencermatinya dengan cermat.
“Ah, mustahil ini telur ayam. Mana ada ayam berkeliaran ditempat ini? ” Kyai Pasir kembali bergumam, “Lagi juga, telur ini semakin besar dari telur ayam. ”
Kyai Pasir tidak ingin pusing pikirkan itu telur binatang apa. Baginya, telur itu yaitu lauk yang enak bila dimasak. Oleh karenanya, ia akan membawa pulang telur itu untuk lauk makan siang berbarengan istrinya dirumah. Saat hari mendekati siang, ia juga membawa pulang sembari telur itu serta menyerahkannya pada istrinya.
“Bu, tolong masak telur itu untuk makan siang kita! ” tutur Kyai Pasir.
“Wah, besar sekali telur ini. Baru kesempatan ini saya lihat telur sebesar ini, ” tutur Nyai Pasir dengan heran waktu terima telur itu, “Dari mana telur ini, Pak? ”
Kyai Pasir juga menceritakan bagaimanakah ia temukan telur itu. Kemudian, ia kembali meminta istrinya supaya selekasnya memasak telur itu lantaran telah kelaparan. Ia juga telah tak sabar mau selekasnya menyantap telur itu. Tetapi, sang istri masih tetap saja selalu ajukan pertanyaan kepadanya tentang telur itu
“Ini telur binatang apa, Pak? ” bertanya Nyai Pasir.
“Sudahlah, Bu. Tak perlu banyak bertanya! ” tutur Kyai Pasir mulai jengkel. “Cepatlah anda masak telur itu, perutku telah keroncongan! ”
Nyai Pasir juga cepat-cepat membawa telur itu ke dapur untuk dimasak. Sembari menanti telur masak, Kyai Pasir merebahkan badan sesaat lantaran kecapaian. Tidak berapakah lama lalu, istrinya juga usai memasak.
“Pak, hidangan makan siang telah siap. Mari, makan dahulu! ” ajak Nyai Pasir.
Kyai Pasir juga beranjak dari tidurnya. Ia berbarengan istrinya selekasnya menyantap telur itu dengan lahap. Telur rebus itu mereka untuk dua sama rata. Selesai makan siang, Kyai Pasir kembali pada rimba untuk meneruskan pekerjaannya. Di dalam perjalanan, ia masih tetap rasakan enaknya telur rebus tadi. Tetapi, saat ia hingga di ladang, mendadak sekujur badannya merasa sakit, panas, serta kaku. Matanya juga mulai berkunang-kunang serta sekujur badannya dibasahi keringat dingin. Ia juga merintih kesakitan.
“Aduh, mengapa mendadak semua badanku sakit begini, ” ratap Kyai Pasir.
Makin lama, rasa sakit di badannya makin menjadi-jadi. Kyai Pasir juga tak dapat menahan rasa sakit itu hingga rebah ke tanah serta berguling-guling kesana kemari. Tak lama kemudian lalu, mendadak semua badannya beralih jadi seekor ular naga yang besar. Sungutnya sangat tajam serta keras. Wujudnya juga sangat mengerikan. Kyai Pasir yang sudah menjelma jadi seekor naga jantan itu selalu berguling-guling tanpa ada henti.
Ketika yang berbarengan, Nyai Pasir yang ada dirumah juga alami nasib yang sama. Rupanya, telur yang sudah mereka tadi yaitu telur naga. Nyai Pasir yang terasa sekujur badannya merasa sakit selekasnya lari ke ladang untuk meminta tolong pada Kyai Pasir. Alangkah terkejutnya ia waktu tiba di ladang. Ia merasakan suaminya sudah beralih jadi naga yang menakutkan. Ia juga akan melarikan lantaran ketakutan. Tetapi lantaran tak mampu lagi menahan rasa sakit di sekujur badannya, istri Kyai Pasir itu juga rebah serta berguling-guling di tanah. Selang beberapa saat, semua badannya ditumbuhi sisik sampai pada akhirnya beralih jadi seekor naga betina.
Ke-2 naga itu berguling-guling hingga tanah di sekelilingnya berantakan serta membuat cekungan seperti habis digali. Makin lama, cekungan tanah itu makin luas serta dalam. Kemudian, nampaklah semburan air yang sangat deras dari basic cekungan tanah itu. Makin lama semburan air itu makin deras hingga cekungan itu dipenuhi air serta beralih jadi telaga.
Oleh orang-orang setempat, telaga itu diberi nama Telaga Pasir yakni di ambil dari nama Kyai serta Nyai Pasir. Tetapi, lantaran tempatnya ada di Kelurahan Sarangan hingga telaga ini umum juga dimaksud Telaga Sarangan.
Sekian narasi Legenda Telaga Pasir dari daerah Jawa Timur. Sampai sekarang ini, legenda ini masih tetap disukai oleh orang-orang Jawa Timur, terutama orang-orang Magetan. Saat ini, Telaga Pasir atau Sarangan ini jadi satu diantara object wisata andalan Kabupaten Magetan.
Telaga Ngebel serta terwujud nya Tombak Kyai Upas
Jaman dulu saat Ki Ageng Mangir merantau ke Jawa Timur hingga di Daerah Kabupaten Ngrowo yang pada akhirnya jadi Tulungagung tengah Istrinya bernama Roro Kijang yang turut dan merantau, pada hari saat Roro Kijang akan makan sirih (nginang), dicarinya pisau untuk membelah pinang tetapi tidak bisa temukan, pada akhirnya minta pisau pada Suaminya. oleh Suaminya di beri Pisau Pusaka Kyai Seking dengan berpesan pada Istrinya :
– Supaya segera dikembalikan
– Janganlah sekali pisau itu di taruh dipangkuannya.
Pisau Pusaka Seking di terima serta selalu dipakai untuk membelah pinang, sembari makan sirih ia duduk – duduk, dengan enak ia menikrnati rasa daun sirih serta Pinangnya.
Lalu lupa pesan Suaminya serta pisau pusaka itu di taruh di atas pangkuannya, namun apa yang teijadi ia sangat terperanjat serta heran lantaran pisau di atas pangkuannya saat itu hilang musnah di cari ke sana kemari tak ada.
Dengan ratap serta tangis Dewi Roro Kijang menceritakan apa yang berlangsung serta yang sudah dihadapi pada Ki Ageng Mangir. Suaminya terima peristiwa itu dengan sabar hati, lantaran hal semacam itu telah jadi kehendak Tuhan serta untuk menebus kekeliruannya ini Roro Kijang mesti bertapa di dalam – tengah Rawa.
Roro Kijang terima semua kekeliruan yang dilimpahkan kepadanya serta dengan rasa sedih hati ia melakukan perintah Suaminya bertapa di dalam Rawa tengah Ki Ageng Mangir lantas kembali bertapa di kaki Gunung Wilis samping barat.
Dikisahkan bahwa Roro Kijang perutnya semakin hari makin bertambah besar seperti orang bunting, tepatnya saat itu ia melahirkan namun apa yang teijadi, ia tak melahirkan seseorang anak manusia tetapi seekor Ulangan. sekalipun ular namun tak sembarang ular ia ular yang Ajalb kulitnya bersinar berkilauan seperti emas kepalanya seperti Mahkota.
Roro Kijang terperanjat serta sangatlah takut dan terasa malu untung tidak ada yang tahu. Roro Kijang lantas mengambil suatu Kelenting yang dibawanya lantas dipasang pada leher si Ular lalu di tutup dengan tempayan kemudian Roro Kijang geser bertapa dilain tempat.
Bayi Ular makin lama semain besar hingga tempayan tempat ia terkurung semakin lama semakin sesak lama kelamaan tempayannya pecah serta ular bisa keluar.
Di luar ular semakin lama jadi tambah makin besar serta kuat kulitnya terkena cahaya Matahari makin jelas serta bersinar gemerlapan.
Ia menyebar ke sana kemari sembari menggerak – gerakan kepalanya hingga kelenting dilehemya berbunyi : kelinting – kelinting, lantaran ia nerasa hidup sendirian jadi timbulah pertanyaan dalam hatinya, siapakah yang melahirkan dianya serta siapakah ke-2 Orang tuanya. Pada akhirnya timbulah kemauan untuk mencari ke-2 Orang tuanya serta dilihatnya dari jauh ada seseorang tengah bertapa. Yang akhimya orang pertapa tadi yaitu ibunya yakni Roro Kijang, yang setelah itu berikan nama pada anaknya dengan nama Baru Klinting.
Atas pesan serta anjuran Ibunya yakni Roro Kijang. Baru Klinting diminta nenyusul/mencari orang tuanya yang tengah bertapa digunung Wilis, Baru klinting lantas jalan menuju ke gunung Wilis lantaran yang dituju jauh serta telah payah lantas berhenti.
Sisa tempat istirahat akhimya jadi desa yang bernama Desa Baru Klinting masuk Kabupaten Tulungagung. Ki Ageng Mangir sesudah bertapa di Gunung Wilis ia beralih nama jadi Ki Ajar Solokantoro, saat ia tengah bertapa datanglah Baru Klinting di hadapannya.
Juga sebagai seseorang pertapa yang sudah tinggi Ilmunya, ia sudah bisa tahu apa yang sudah berlangsung, terlebih rentetan dengan momen hilangnya pisau pusaka Seking.
Kehadiran Baru Klinting mengungkapkan tujuannya sesuai sama panduan ibunya Roro Kijang bahwa yang pertapa di sini yaitu Ayahnya serta Ki Ajar Solokantoro ingin mengakui juga sebagai ayahnya, namun pada awal mulanya mesti menurut perintahnya dulu yakni : Lingkarilah Gunung Wilis ini bila dari ujung ekor hingga kepalamu cukup panjang untuk memutari Gunung Wilis ini jadi bakal di terima juga sebagai anaknya.
Dengan ridho Tuhan Yang Maha Kuasa jadi Baru Klinting bisa memutari kaki Gunung, ekor didepan sang pertapa serta kepala hingga menyentuh ekor namun tinggal sejengkal saja untuk meraih Ekomya jadi dengan selekasnya Baru Klinting keluarkan lidahnya dengan sepanjang-pan- jangnya hingga ke Ujung ekor, sesudah lidah Baru Klinting dijulurkan hingga ke ekor jadi pertapa lantas mencabut pusaka lidah Baru Klinting lantas di potong saat itu juga putuslah lidah Baru Klinting yang samping serta lidah yang samping masih tetap menyambung ekor tengah baru kliting sendiri kesakitan.
Dengan menahan sakit jadi geramlah Baru Klinting ditariknya ekor serta mengagah mulutnya bakal menelan sang Bapak, namun sesudah di beri pengertian bahwa jika mau jadi manusia supaya janganlah memiliki lidah bercabang dua jadi mesti dipotong yang satunya, atas anjuran sang Bapak jadi ditelanlah potongan lidah yang satu namun mesti dikeluarkan lagi serta janganlah dikeluarkan lewat mulut.
Lidah dikeluarkan lewat telinga namun keluarlah suatu pusaka yang dimaksud Tombak berdapur Baru yang nantinya sangatlah berguna untuk Baru Klinting.
Atas panduan Sang Bapak jadi Baru Klinting melanjutkan bertapa hingga berpuluh th. di dalam rimba. Makin lama tubuhnya tertimbun oleh daun daun serta tanah hingga beberapa tubuh yg tidak terpendam terlihat seperti batang kayu, sisi kepala saja yang bisa terlihat jelas nampak disuatu desa yang diberi nama desa “Sirah Naga” termasuk juga Kecamatan Millir Kabupaten Madiun.
Disuatu hari didesa Ngebel dilereng Gunung Wilis bakal mengadakan Bersih desa pengerjaannya dipusatkan dirumah Kepala Desa semua cost dipikul oleh Rakyat dalam desa untuk menghemat cost seluruhnya warga desa laki-laki agar masuk rimba mencari binatang buruan baik Kijang, Rusa maupun yang lain untuk lauk pauk dalam pesta Rakyat kelak.
Saat pagi harinya orang desa yang laki-laki berduyun-duyun masuk rimba mereka membawa parang, kapak sabit serta, keranjang serta tali, mungkin saja nasib tengah sial buat mereka nyaris sepanjang hari tidak seekorpun bisa buruannya, seluruhnya capek serta payah, oleh Pimpinannya diperintahkan untuk berhenti ditempat semasing sembari menanti bila ada binatang yang tampak.
Di antara demikian banyak ada seseorang yang sembari duduk mengayunkan kapaknya ke batang kayu, anehnya kayu itu keluarkan darah, ia sangat terperanjat sembari berteriak. Lantaran batang kayu itu mengeluarkan darah jadi yang lainpun coba mengiris batang kayu namun. keluar darahnya.
Seluruhnya riang senang barang yang diduga kayu itu dipotong-potong selama tubuhnya. Mereka beramai-ramai membawa pulang hasil buruan serta dimasak berbarengan dirumah Kepala Desa.
Satu hari semalam di pendopo Kepala Desa diselenggarakan keramaian, seluruhnya Rakyat didesa laki-laki ataupun wanita, tua muda datang melihatnya Orangtua di dalam Rumah serta anak anak di halaman rumah. Pada saat anak-anak tengah bermain diluar halaman rumah, datanglah seseorang anak compang-camping Bajunya serta banyak luka di tubuhnya, di mana anak itu datang mendekati anak-anak serta anak anak itu datang menjauh. Mereka terasa muak lihat anak itu datang. terasa dihina oleh kawan sepantarannya, jadi ia lantas pergi ke Dapur minta nasi, kebanyakan orang tidak suka melihatnya serta tidak ada seseorangpun ingin berikan nasi.
Lalu datang seseorang nenek tua yang berikan nasi sebungkus penuh dengan pindang daging sate. nasi di terima selalu saja dikonsumsi sebentar saja habis. Perutnya juga kenyang serta tubuhnya jadi kuat, aneh bin Ajaib seluruhnya luka-luka di tubuhnya hilang sekalipun serta bentuk tubuhnya jadi baik seperti anak anak di desa itu.
Ia mendekati nenek tua itu yang sudah berikan nasi tadi serta berpesan pada nenek tadi jika ada apa-apa supaya nenek tadi membawa entong (sendok nasi) serta segera saja naik lesung, anak itu lantas meninggalkan nenek serta berkumpul dengan anak-anak desa itu.
Dengan membawa suatu lidi sapu ia masuk kelingkaran tempat anak- anak bermain seraya menantang pada anak-anak desa itu, bahwa siapa yang dapat mencabut lidi yang baru ditancapkan ditanah bakal di beri hadiah sebungkus nasi penuh dengan daging.
Seluruhnya anak datang cobanya namun tidak sukses terlebih orang tuapun datang mau cobanya mencabut lidi namun juga tak adayang sukses. Dengan berpesan pada orang desa itu bahwa orang kikir itu tak baik serta tak memperoleh barokah dari Tuhan Yang Maha Kuasa serta janganlah bertandingk sombong serta sukai mengejek orang lain.
Pada akhirnya anak kecil itu dengan perlahan mencabut lidi sapu yang tertancap di tadi dengan mudahnya seakan-akan muncul suatu mata air yang besar serta menggenangi halaman serta pekarangan kepala desa.
Oleh lantaran derasnya air jadi anak-anak serta Orangtua jatuh terbenam kebanyakan orang mati serta semua Bangunan rubuh terapung- apung sebentar saja desa itu terbenam serta jadi Danau yang setelah itu diberi nama ” danau Ngebel “.
Cuma dua Orang yang selamat yakni nenek tua serta anak kecil tadi di mana sesudah tahu ada air datang ia segera naik lesung juga sebagai perahunya serta Entong juga sebagai alat pendayung.
Nenek tua berbarengan anak kecil tadi menggerakkan perahunya ketepi danau lantas mendarat. Tempat mendarat ini di pinggir pasar Ngebel nenek tua tadi tinggal serta menetap disitu hingga ajalnya serta dimakamkan ditengah-tengah Pasar Ngebel. Pada akhirnya nenek tua itu dimaksud “Nyai Latung” serta telaga tadi dimaksud dengan sebutan ” Telaga Ngebel
Dikisahkan bahwa Baru Klinthing yang tengah bertapa dalam rimba lantaran perbuatan masyarakat Ngebel jadi tubuhnya sudah hancur tinggal sisi Kepalanya saja. Kepalanya jadi batu terdapat di Desa samping Barat dari Desa Ngebel. Tempat kepala ini pada akhirnya diberi nama Desa “Sirah Naga”.
Dengan takdir Illahi Baru Klinting sesudah hancur tubuhnya menjelma jadi seseorang anak kecil serta dimaksud anak bajang serta si Bajang inilah yang bikin permainan lidi sapu tadi. Sesudah si Bajang berpisah dengan nenek tua lantas ia mencari Orang tuanya ditinggalkannya Danau Ngebel, lantas pergi ke Gunung-gunung mencari tempat Orang tuanya bertapa. Sesudah bersua lantas menghadap Orang tuanya (Ayahnya) sembari mengemukakan bahwa perintah Ayahnya sudah dikerjakan dengan baik.
Sang Bapak akhimya mengaku bahwa ia anaknya serta dinamakan “Joko Baru” serta diberinya suatu Pusaka Tombak bemama “Tombak Baru Kuping” Joko Baru dengan rasa hormat bersujud serta terima suatu pusaka dari Ayahnya. Sesudah terima Pusaka Joko Baru di beri saran- saran serta diminta pergi ke arah timur Gunung Wilis serta janganlah berhenti bila belum hingga ke suatu Rawa yang luas serta Ayahnya berpesan bahwa disitulah tempat Tumpah darah Joko Baru. Setelah tiba di tempat itu supaya kelak Joko Baru bangun tanah kelahirannya, karena dengan pusaka ini kelak Joko Baru bakal jadi Orang Besar serta kemudian dicarilah Ibunya serta tinggal lah bersamamu dengan baik.
Sesudah cukup pesan Ayahnya Joko Baru bersujud serta mohon diri untuk melakukan perintah Ayahnya. Joko Baru selalu pergi kearah timur Gunung Wilis sesudah jalan berhari-hari sampailah di tanah Ngrowo serta bersua dengan ibunya dan di terima dengan suka hati.
Pada akhirnya pusaka Tombak Baru Kuping jadi Pusaka Wasiat Kabupaten Bonorowo dengan cara turun temurun sampai yang pada akhirnya geser ke utara jadi Kabupaten Tulungagung.
Tombak pusaka itu sampai saat ini jadi pusaka Kadipaten Tulungagung dengan Nama Kanjeng Kyai Upas
Telaga Wahyu
Telaga wahyu yaitu telaga yang teletak di Kabupaten Magetan Jawa Timur. Telaga Wahyu yang berjarak seputar 16 km dari Kota Magetan. Tepatnya di Desa Ngerong, Kecamatan Plaosan. Bila berkendara dari arah Magetan menuju lereng Gunung Lawu. Telaga ini memiliki luas seputar 10 hektare serta kedalaman seputar 23 mtr.. Telaga ini terkecuali dipakai juga sebagai tempat rekreasi pemancingan. Situasi alam yang ada di Telaga Wahyu sangatlah terbangun keasriannya supaya bisa memanjakan wisatawan yang bertandang ke Telaga Wahyu.
Narasi datang dari satu diantara pohon yang ada di selatan telaga wahyu, pohon besar dan berduri yang orang-orang seputar menamai dengan pohon Randu. Pohon yang mungkin saja umurnya setara dengan usia telaga wahyu sekarang ini, konon tiap-tiap malam spesifik ada seseorang nenek kenakan pakaian hitam memiliki rambut panjang serta memiliki peliharaan kucing yang sangat banyak serta berwarna hitam seluruhnya. Pada waktu-waktu spesifik serta malam spesifik kerap menampakan wujudnya pada beberapa pemancing ikan di Telaga Wahyu saat malam hari.
Telaga Wahyu berniat ditebari beragam jenis ikan untuk disiapkan untuk mereka yang suka memancing, hingga tempat ini adalah tempat pemancingan serta kerap juga digunakan untuk berkemah. Terkecuali jadi tempat pemancingan, telaga ini dapat sangatlah nyaman dengan hawa yang sejuk, panorama yang alami indahnya untuk jadikan tempat rekreasi keluarga. Di dekat Telaga wahyu, wisatawan bisa temukan suatu mata air alami yang di namakan Sumber Tamtu, menurut legenda bahwa mata Air Tamtu ini mempunyai kasiat untuk dapat awet muda.