Sebagian makam di daerah Tulungagung masih tetap dikira keramat. Pancaran Yoni atau Sawabnya masih tetap diburu oleh banyak kelompok. Karenanya tidak heran bila ketika – waktu spesifik dapat didapati beberapa orang yang berdatangan ketempat itu. Mereka menggerakkan laris spiritual spesifik sekalian ngalap barokah.
Sebagian makam keramat yang paling banyak diziarahi orang dari beragam daerah yaitu Makam Tumenggung Surotani I, Ario Koesoemo serta Tumenggung Surotani II, Kertokusumo di wajak lor Boyolangu.
Di samping makam makam Tumenggung Surontani, Ario Koesoemo serta Kertokoesoemo yaitu makam Senopati Alap – alap serta Raden Djigantoko. Sedagkan makam Senopati Banteng Gerang diluar tembok makam Surontani. Tak jauh dari makam – makam Tumenggung serta beberapa senopatinya itu ada pula makam Raden Surodongso.
Menurut Muhadi Kasbun Iro Karso, raden Surodongso yaitu yang bertugas menaruh pusaka ketumenggungan Wajak bahkan juga hingga menmeninggal sebagian pusaka disimpan tak jauh dari makamnya. “Menurut narasi, pusaka – pusaka itu disimpan di seputar pohon besar dekat makam Raden Surodongso” tuturnya.
1) Makam Tumenggung Surontani Kertoyuda
Makam Tumenggung Surontani Kertoyuda dimakamkan di Gunung Budeg Kertoyuda yaitu Senopati Wajak pada masa Surontani Kerto Koesumo. Bahkan juga dia pernah menukar Tumenggung Surantani Ariyo Koesumoedi waktu ki Surontani I di tahan di Mataram, walau cuma sesaat. Sesudah Surontani I kembali pada Wajak menantunya diangkat juga sebagai Tumenggung Surotani II dengan gelar Kerto Koesoemo.
2) Makam Eyang Agung Tjokro Koesumo
Makam Eyang Agung Tjokro Koesumo dimakamkan di dekat Candi Dadi Wajak Kidul. Para peziarah datang dari berbagai daerah. “Banyak juga peziarah yang datang dari Pulau Dewata Bali” kata Mbah Wo Juru Kunci makam Eyang Agung Tjokro Koesoemo.
3) Makam Syekh Sunan Kuning
Makam Syekh Sunan Kuning atau lebih di kenal Makam RM. Garandhi di desa Macanbang Kecamatan Gondang. Makam itu diketahui seputar era ke-18. RM Garandhi yaitu musuh bebuyutan Kolonial Belanda. Di waktu Mataram dikuasai Kolonial, RM. Garandhi di dukung rakyat bisa merebut Mataram yang sudah dikuasai penjajah. Tetapi cuma bertahan satu tahun lebih RM. Garandhi jadi raja.
Sewaktu Mataram di menempati Belanda lagi RM. Garandhi melarikan diri ke arah timur, tepatnya di daerah Tulungagung hingga pada akhirnya meninggal dunia di Desa Macanbang.
4) Makam Fatimah
Makam Fatimah atau lebih di kenal Nyai Lidah Hitam. Menurut narasi nyai Lidah Hitam yaitu seseorang putri mandraguna istri dari Kyai Abu Masur dari Desa Tawangsari.
Julukan Nyai Lidah Hitam sesungguhnya datang dari beberapa kompeni. Menurut tokoh spritualis Abah Edi Purnomo, lantaran perkataan beliau yang senantiasa bertuah, jadi beberapa kompeni kerap kelabakan dalam menghadapinya sepak terjang Nyai Lidah Hitam ini. “Keluarga Abu Mansur II ini pernah kehadiran seseorang tamu. Tak tahu kasannya mau menjajal kesaktian keluarga Abu Mansur atau maksud lain. Yang pasti tamu itu terasa kurang senang dengan penyambutan pihak keluarga. Pada akhirnya dengan sangat terpaksa tampilah Nyai Lidah Hitam dengan kesaktiannya yakni menggoreng batu dengan tangan di atas kembennya. Selanjutnya semakin lama batu itu pada akhirnya bisa memanas. Bahkan juga panasnya bisa mematangkan buah beras” tuturnya.
Makam Fatimah atau lebih di kenal Nyai Lidah Hitam di komplek pemakaman keluarga Kyai Abu Mansur di belakang masjid Tawangsari Kecamatan Kedungwaru.
5) Makam RMT. Djayadiningrat Adipati Tulungagung
Makam RMT. Djayadiningrat Adipati Tulungagung dimakamkan di belakang Masjid Macan, Kedungwaru. Di saat hidupnya berbarengan rakyat membangun masjid juga sebagai tempat beribadah serta berkumpulnya ulama – ulama serta santri – santri. Serta Djayaningrat tak melupakan perjuangan satu diantaranya familinya yaitu pangeran Diponegoro yang berjuang melawan Belanda tak lepas dari mental agama.
6) Makam Syekh Sarkowi
Makam Syekh Sarkowi ada di desa Ngujang Kecamatan Kedung Waru Makam itu ada di dalam sawah. Menurut narasi penemu makam itu yaitu seseorang entrepreneur yang pernah ditolong Syekh Sarkowi.
Dimasa sulitnya seseorang entrepreneur itu pernah bersua orangtua. Orangtua itu mendoakan mudah-mudahan seseorang yang datang dari Nganjuk itu jadi orang berhasil. Pesan orangtua itu bila telah berhasil supaya selekasnya melaksanakan ibadah haji ke tanah suci Makah
Di waktu menunaikan beribadah haji, entrepreneur dari Nganjuk itu bersua lagi dengan orangtua yang pernah berpesan untuk menunaikan beribadah haji bila telah berhasil.
Tetapi saat sebelum berpisah dengan orangtua itu entrepreneur datang dari Nganjuk meminta alamat rumah orangtua yang pernah mendo’akannya.
Sekian hari lalu seseorang entrepreneur itu berniat mencari alamat orangtua tersebut di desa Ngujang. Tetapi sepanjang hari mencari rumah orangtua itu tak membawa hasil. Lantaran kecapekan seseorang entrepreneur itu tertidur dengan pulas. Di dalam tidurnya didapati orang yang barusan dicarinya.
“Kamu telah nyaris temukan alamatku, bila anda lanjutkan mencarinya anda bakal temukan rumahku. Rumahku ada ditengah sawah serta dibawah pohon-pohon desa Ngujang” kata orangtua itu.
Saat terbangun dari tidurnya entrepreneur itu punya niat mencari rumah orang yang baru menemuinya dalam mimpinya.
Keesok harinya dia mencari rumah orangtua itu di dalam sawah dibawah pohon-pohon. Dia terperanjat saat temukan makam tua dibawah pohon di dalam sawah. Makam tua tersebut di batu nisannya tercatat Syekh Sarkowi. Nyatanya orangtua yang sampai kini pernah dia jumpai melalui mimpi ataupun ketemu segera telah lama wafat. Mulai sejak peristiwa itu entrepreneur asal Nganjuk itu bangun makam keramat itu. Hingga sekarang ini makam keramat itu banyak diziarahi orang dari beragam daerah.
7) Makam Mbah Wali
Makam keramat selanjutnya yaitu makam Mbah Wali di pantai Popoh Tulungagung. Menurut Abah Marwin Sholeh tokoh Paranormal asal Pucang Laban, Mbah Wali yaitu tokoh agama Islam di pulau Jawa saat sebelum zaman Wali Songo. Makamnya tak jauh dari pantai Popoh, bahkan juga di pinggir pantai Popoh. “Ketika masuk lokasi wisata pantai Popoh, silakan bertanya petugas pasti telah mengenalnya” tuturnya.
8) Makam RM. Djayeng Koesoemo
Makam keramat selanjutnya yaitu RM. Djayeng Koesoemo di Demuk, Pulanglaban. RM. Djayeng Koesoemo yaitu anak dari Adipati RMT. Djayaningrat, tengah istrinya bernama R. Ayu Endang Ratna Palupi putri Bupati Japanan Mojokerjo.
Menurut Ny. Sundari yang masih tetap keturunan RM. Djayeng Koesoemo, semasa hidupnya RM. Djayeng Koesoemo sangatlah gigih berjuang melawan kolonial Belanda. Disuatu saat sukses membunuh pejabat kolonial Belanda. Lantaran masih tetap keturunan Bupati Ngrowo V jadi tak dipenjara tetapi dibuang di rimba belantara pada th. 1866. Berbarengan 40 orang pengikutnya RM. Djayeng Koesoemo ada di rimba yang di kenal sangatlah angker. Orang Jawa kerap menyebutkan Jalmo moro Jalmo Mati, Sato Moro Sato Mati. Dengan kesaktian RM. Djayeng Koesoemo bisa menaklukkan beberapa dedemit yang mengamuk. Oleh karenanya rimba yang awal mulanya angker itu diberi nama desa Demuk.
9) Makam Syeh Basyarudin
Makam Syeh Basyarudin ada di makam Srigading, Kauman. Saat malam Jum’at legi makam ulama besar itu diziarahi pendatang dari beragam daerah. Bahkan juga makam syeh Basyarudin kerap diziarahi beberapa santri dari pondok pesantren di beragam daerah. Di sekitar makam Syeh Basyarudin ada makam Bupati Trenggalek serta keluarganya.
“Tujuan kami berziarah ke makam – makam beberapa ulama serta pejuang untuk kirim do’a supaya amal ibadahnya sepanjang didunia diterima Allah SWT”, Kata Ustadz Gupron dari Ngunut.