“Jangan ajukan pertanyaan, Janganlah memuja nabi serta wali-wali, Janganlah mengakui
Tuhan, Janganlah menduga tak ada walau sebenarnya ada, Baiknya diam, Jangan sempat digoncang oleh kebingungan…”
Mengapa kita dianjurkan oleh Sunan Bonang untuk diam terutama waktu mengulas soal-soal makrifatullah seperti yang tercantum dalam suluk Jebeng? Karena, dari pada sesat lantaran apabila belum alami sendiri situasi makrifat, jadi yang umum berlangsung yaitu sama-sama beradu alasantasi untuk nggolek benere dhewe, nggolek menange dhewe walau sebenarnya kasunyatannya tak seperti yang digambarkan semasing orang…
Jadi, kita disuruh untuk diam serta satu waktu mudah-mudahan kita dapat untuk melihat sendiri serta bikin kesaksian pada eksistensi-Nya yang maha tak terhingga atau diistilahkan oleh Sunan Bonang juga sebagai SYAHADAT DACIM QACIM. Syahadat ini yaitu pemberian Tuhan pada seorang yang diistimewakannya hingga ia dapat melihat dianya menyatu dengan kehendak Tuhan. Marilah kita mencebur lebih dalam soal ini….
Agama dari langit telah sangatlah komplit menggabungkan segi lahiriah (syariat/ketentuan/hukum/fiqih yang mengikat badannya) serta segi perjalanan batin manusia menuju kebersatuan dengan Tuhan Semesta Alam. Mengerti dari segi lahir saja, akan tidak dapat memberi kedalaman pengalaman batin manusia. Demikian sebaliknya, agama yang dipahami dari segi batin saja, umumnya condong meremehkan ketentuan serta hukum kemasyarakatan hingga mungkin saja dikira sesat oleh orang-orang.
Yang ideal memanglah mengerti agama juga sebagai jalan yang lega menuju Tuhan dengan cara prima dengan tak meremehkan satu diantara segi, apakah itu segi lahir ataupun segi batin. Apabila segi lahir dipelajari dalam disiplin pengetahuan syariat/fiqih/hukum dan pengetahuan logika/mantiq serta yang lain. Jadi segi batiniah digeluti dengan pendekatan pengetahuan tasawuf. Apabila kita belajar pengetahuan tasawuf, jadi tak dapat tak kita bakal pelajari histori tasawuf dari saat ke saat, kisah hidup beberapa sufi serta istilah-istilah ruhaniah manusia.
Tak gampang untuk belajar tasawuf. Tidak sama dengan belajar syariat/fiqih/hukum ataupun filsafat yang dasarnya yaitu olah pikir atau logika, jadi tasawuf dasarnya yaitu olah rasa untuk menyelami suatu hal yang metafisis serta abstrak. Kita tak dapat menggali kedalaman samudera tasawuf bila tak menyelami sendiri dimensi-dimensi batiniah manusia.
Tasawuf tidaklah pengetahuan yang teoritis, tetapi praktik (ngelmu) …. Dapat dengan dzikir sejuta kali di mulut, dapat pula dengan dzikir semilyar kali di batin siang malam tanpa ada henti…. Ini tak lain untuk menghancurkan kerak-kerak hati yang lupa serta lalu digelontor dengan puji-pujian kepada-Nya serta seterusnya…. Ini cuma satu latihan ruhani yang perlu dijalani pejalan mistik saja, substansinya malah bukanlah dzikir atau mengingat-Nya saja. Tetapi bagaimanakah sesudah mengingat-Nya, serta memperoleh kesaksian bakal kebenaran absolut-Nya, seorang itu lalu dapat berbuat suatu hal sesuai sama iradat-Nya!!!
Dimensi batiniah manusia dapat di ketahui dari bagaimanakah seorang itu meniti jalan spiritual yang melalui lewat beragam bagian (maqom). Dalam tiap-tiap bagian, seorang bakal alami situasi ruhani spesifik, saat sebelum pada akhirnya pandangan batinnya terbuka jelas benderang yang dalam khasanah tasawuf dimaksud disebut makrifat dengan cara mendalam tanpa ada kesangsian.
RASA BATIN yang kerap dimaksud dalam tasawuf yang adalah : • tahap pertama WAJD (EKSTASE seperti Musa AS), setelah itu • DZAUQ (RASA MENDALAM pada kehadiran-Nya), • kemudian SUKUR (KEGAIRAHAN MISTIS untuk bermesraan dengan-Nya), • berlanjut ke perasaan FANA atau menghilangnya diri yang benda lahir, • BAKA (kekekalan didalam Dzat-Nya lalu • FAKIR.
Apakah itu FAKIR? yakni yaitu situasi ruhani di mana pejalan spiritual mengerti bahwa manusia sesungguhnya tak mempunyai apa-apa, terkecuali dipunyai-Nya. Seseorang fakir tak mempunyai kemelekatan lagi pada semua suatu hal terkecuali Tuhan. Ia bebas dari kungkungan diri jasmani serta kebendaan. Akan tetapi, dia terus tak melepas tanggung jawabnya juga sebagai khalifah di muka bumi. Inilah esensi Tauhid : Yakni Tidak ada Tuhan Terkecuali Allah…
Kita dapat mengerti bagaimanakah hakikat kefakiran itu dari apa yang di sampaikan beberapa pejalan spiritual. Saat ini, marilah kita sedikit buka beragam karya beberapa pejalan spiritual yang dimaksud Suluk yakni satu type hasil olah rasa berupa prosa atau puisi yang di buat golongan mistikus Jawa, yang diisi pengalaman perjalanan ruhani waktu bercinta dengan Dzat-nya.
Karya Sunan Bonang yang utama untuk menggali bagaimanakah situasi atau situasi kesadaran paling tinggi golongan sufi yakni SULUK GENTUR. Gentur bermakna teguh serta giat, yakni suatu bentuk kesibukan ruhanian yang paling prima. Di suluk itu digambarkan bahwa seseorang penempuh jalan tasawuf mesti melakukan SYAHADAT DACIM QACIM. Syahadat ini berbentuk KESAKSIAN DALAM DIAM, TANPA BICARA. NAMUN BATINNYA MEMBERIKAN KESAKSIAN BAHWA EKSISTENSI DIRINYA ADA KARENA ADA-NYA.
Permisalan yang gampang yaitu persenyawaan pada dua dzat. Satu diantara dzat akan tidak automatis hilang, tetapi semasing berdiri dengan sendiri. seperti Kawulo terus kawulo serta Gusti terus Gusti. Yang lenyap dalam persenyawaan dua dzat itu hanya kesadaran sang kawulo bakal keberadaannya yang TIDAK ADA.
Dalam suluknya ini Sunan Bonang juga menyampaikan bahwa pencapaian paling tinggi seorang adalah ‘keadaan bisa MERASAKAN DALAM BATINNYA kebenaran hakiki seperti dalam kitab suci : “SEGALA SESUATU BINASA KECUALI WAJAH-NYA”.
Bonang dalam suluknya ini berpesan bahwa, bahwa Hati yang disebut “RUMAH/DALEM/AKU-NYA TUHAN”. Kehadiran-Nya dapat dirasa apabila hati itu ikhlas, nrimo serta sumarah. Didalam hati yang seperti itu, pada Kawulo serta Gusti lenyap. Yang merasa yaitu kesadaran bahwa sejatinya manusia (object) senantiasa dipantau oleh Tuhan (subyek), yang mengakibatkan dia tak lupa sedetikpun pada Nya.
Serta paling akhir, …. Bonang berpesan : “Pencapaian prima seperti orang yang tengah tidur dengan seseorang wanita, saat bercinta… Mereka karam dalam asik, terlena tenggelam dalam berahi… Anakku, terimalah serta mengerti dengan baik. Pengetahuan ini memanglah sulit diolah…”
https://wongalus.wordpress.com
Senin
Disqus Comments